Subulussalam, 13 Februari 2025 Infogloball.com– Menjelang pelantikan Walikota Subulussalam yang baru, diskusi hangat berkembang di berbagai sudut warung kopi. Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 46 Tahun 2018 tentang petunjuk teknis pemungutan pajak Restoran kini jadi sorotan, karena dalam praktiknya, warung kopi dan rumah makan skala kecil -menengah juga terkena pajak yang seharusnya hanya berlaku untuk restoran.
Kebijakan ini menimbulkan keresahan pada kalangan pemilik usaha kecil-menengah. Mereka merasa beban pajak yang diberlakukan tidak sejalan dengan esensi awal aturan tersebut. Seharusnya, restoran pajak dikenakan pada usaha kuliner skala besar dengan fasilitas lengkap, bukan warung kopi atau rumah makan yang sederhana.
Keluhan Pelaku Usaha
Salah satu pemilik warung kopi di pusat Kota Subulussalam, mengaku kebijakan ini terasa memberatkan.
“Kami hanya menjual kopi dan makanan ringan dengan harga terjangkau. Jika diperlakukan sama seperti restoran besar, tentu ini tidak adil. Pajak ini bisa mengurangi pendapatan kami yang sudah pas-pasan,” keluhnya.
Keluhan serupa datang dari pemilik rumah makan kecil-menengah. Mereka khawatir, jika regulasi ini terus diterapkan tanpa ada revisi, usaha mereka semakin sulit berkembang.
“Harusnya ada batasan yang jelas. Warung sederhana (kecil-menengah) seperti kami tidak bisa disamakan dengan restoran. Jika ini dibiarkan, banyak usaha kecil-menengah yang akan gulung tikar,” ujar seorang pemilik rumah makan yang enggan disebutkan namanya.
Regulasi yang Perlu Dikaji Ulang
Dalam Perwal Nomor 46 Tahun 2018, definisi restoran tampaknya terlalu luas sehingga menyebabkan warung kopi dan rumah makan sederhana ikut terkena pajak. Padahal, dalam regulasi nasional, pajak restoran biasanya dikenakan pada usaha kuliner dengan pendapatan tertentu atau memiliki fasilitas tertentu.
Beberapa tokoh Masyarakat juga menilai pemerintah daerah harus lebih cermat dalam membuat aturan pajak.
“Pajak seharusnya diterapkan dengan mempertimbangkan aspek keadilan. Jika warung kopi dan rumah makan skala kecil-menengah ikut dipajaki layaknya restoran, maka kebijakan ini sudah keluar dari konteksnya. Pemerintah daerah perlu meninjau ulang aturan ini agar tidak membebani pelaku usaha kecil-menengah” jelasnya.
Harapan pada Wali Kota Terpilih
Dengan semakin dekatnya pelantikan walikota baru,
masyarakat berharap pemimpin terpilih dapat lebih bijaksana dalam merancang kebijakan. Peraturan harus berpihak pada kesejahteraan rakyat dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, bukan justru menjadi beban tambahan.
“Kami berharap walikota baru nanti bisa merevisi Perwal ini. Aturan itu harus dibuat untuk melayani, bukan malah jadi beban,” ujar salah satu warga yang aktif berdiskusi mengenai kebijakan daerah.
Kini, bola ada di tangan pemimpin baru Subulussalam. Masyarakat menanti langkah konkret untuk memperbaiki kebijakan pajak agar lebih adil dan tidak memberatkan usaha kecil-menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
(Red)