Subulussalam, Aceh, 13 Desember 2024, Infogloball .com – Ribuan pengunjuk rasa, para kepala desa dan perangkat desa, turun ke jalan dalam aksi protes yang digelar di Kantor Wali Kota dan Kantor DPRK Subulussalam. Mereka protes karena gaji dan honor perangkat desa sudah 7 bulan tidak dibayarkan. Salah satu bentuk protes, mereka menyerahkan cap stempel desa ke Pj Walikota Subulussalam, Azhari, S.Pd, M.Si. Rabu ( 11/12/2024).
Langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Ketua Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Perkumpulan Pedang Keadilan Perjuangan (P.PKP) Aceh, putra nasrullah, yang menilai keputusan tersebut sebagai tindakan yang keliru dan merugikan masyarakat.
Dalam pernyataannya Putra sampaikan bahwa penyerahan stempel desa sama artinya dengan menyerahkan kewenangan administrasi desa kepada pihak eksekutif kota, yang menurutnya melanggar prinsip otonomi desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa . Ia menekankan bahwa kepala desa adalah pemimpin yang dipilih langsung oleh masyarakat dan memiliki tanggung jawab independen untuk mengelola pemerintahan desa.
“Keputusan ini sangat mengecewakan masyarakat. Kepala desa adalah pimpinan masyarakat di desa, dan tindakan penyerahan stempel adalah simbol penyerahan administrasi desa kepada pihak luar. Hal ini mencederai semangat otonomi desa yang dijamin undang-undang,” tegasnya.
Menurut Putra, Stempel desa bukan hanya simbol formalitas, tetapi juga alat legalitas dalam mengelola administrasi desa, seperti penerbitan surat resmi dan pelayanan publik lainnya. Ketika stempel diserahkan kepada pihak lain, kepala desa secara tidak langsung telah melepaskan tanggung jawabnya. Hal ini dapat dianggap sebagai permohonan pengunduran diri secara tersirat, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa kepala desa dapat berhenti karena permintaan sendiri, diberhentikan, atau berakhirnya masa jabatannya
Dalam situasi ini, PJ Walikota Subulussalam sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengambil langkah tegas. Jika kepala desa tidak melaksanakan kewajibannya, tindakan penghentian sementara atau pemberhentian dapat dilakukan sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa menyebutkan bahwa seorang kepala desa yang tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya dapat dihentikan.
Gaji dan honor yang tertunda seharusnya tidak menjadi alasan bagi kepala desa untuk melepaskan tanggung jawab mereka, gaji tersebut hanya ditunda dan pada akhirnya akan dibayarkan sesuai prosedur dan kondisi keuangan pemerintah.
“Masyarakat membutuhkan pelayanan, apalagi dalam situasi mendesak seperti ini. Kami meminta pihak pemerintah dan DPRK Subulussalam untuk segera turun tangan mencari solusi agar tidak ada lagi pelayanan publik yang terganggu,” ungkap Putra.
Aksi protes ini diharapkan menjadi momentum untuk mengungkap akar masalah yang terjadi di Kota Subulussalam. Pj Wali Kota Subulussalam didesak untuk transparan dalam pengelolaan anggaran, termasuk menyelesaikan pembayaran honor perangkat desa yang tertunda. Di sisi lain, para kepala desa diminta untuk kembali mengutamakan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengorbankan hak-hak rakyat.
Putra mengingatkan bahwa pemerintah, baik di tingkat kota maupun desa, memiliki kewajiban yang sama untuk mengutamakan kepentingan masyarakat. “Semua pihak harus mengesampingkan ego masing-masing demi rakyat. Jangan sampai masyarakat korban menjadi dari kebijakan yang tidak bijak,” tutupnya.
Aksi protes ini menjadi pengingat bahwa pelayanan publik adalah hak rakyat yang tidak boleh dikorbankan, dan penyelesaian konflik antar-tingkat pemerintahan harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip hukum, transparansi, dan keadilan.
Ujang.